Don't ForGet it

Glitter Text Generator at TextSpace.net

Q yakin.....

Glitter Text Generator at TextSpace.net

penguatan tentang pengharapan


Setiap orang pasti mempunyai pengharapan tersendiri. Pengharapan itu biasanya berupa suatu cita-cita supaya keadaan hidup kelak yang lebih baik. Jika anda sebagai orang tua, pasti berharap agar kelak anak-anak anda bisa menjadi orang yang berguna. Anda biasanya tidak akan segan-segan membayar mahal untuk menyekolahkan mereka di sekolah yang paling favorit baik di Indonesia maupun luar negeri. Anda memberikannya les bahasa Inggris, Piano, Mandarin dan segala les sampai kadang-kadang anak anda itu tidak ada waktu untuk bermain. Tujuannya agar mereka lebih baik dari hari ini, paling sedikit lebih baik dari kedua orang tuanya. Jikalau hari ini anda sebagai orang muda, maka pengharapan anda lain lagi, anda mungkin berharap menjadi orang yang kaya-raya dan bahagia, lalu andapun mulai kuliah dengan baik, kemudian mencari pekerjaan yang terbaik, cari isteri yang cantik, melahirkan anak-anak yang cerdas Sdan sebagainya.

Namun semua pengharapan ini tidak selalu berjalan mulus, kadang kala anda akan mengalami liku-liku bahkan kegagalan. Anak yang sudah menghabiskan hampir separuh harta kekayaan kita ternyata tidak berguna, tidak menghormati orang tua bahkan gagal dalam menempuh sekolahnya. Tidak jarang kita mendengar anak-anak yang dikirim ke luar negeri sekolah, mereka menghambur-hamburka n uang orang tuanya, terlibat narkotika dan seks bebas. Cita-cita anda tidak pernah tercapai, apalagi ditambah dengan masa krisis ekonomi yang berkepanjangan, usaha dan dagang yang mulai sulit dan lapangan pekerjaan yang susah di dapat. Banyak orang merasa kecewa; bahkan mereka yang tamat luar negeri terpaksa harus pulang ke negeri asal gara-gara tidak berhasil mendapat pekerjaan.

Anda mulai frustrasi, stress. Mengapa? Sebab orientasi manusia adalah sesuatu yang berhasil itu baru disebut sukses, apabila tidak berhasil maka dianggap sebagai suatu kegagalan atau sial. Nah ketika kita gagal, maka muncul rasa kecewa dan putus asa yang bercampur-baur. Oleh sebab itu rasul Paulus merasa perlu menasehati kita. Ayat 18, "Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita." Kemuliaan itu merupakan pengharapan setiap orang percaya.

Alkitab yang kita baca ini mencatat bahwa, rasul Paulus mengatakan yang menantikan pengharapan itu adalah "seluruh makluk". Perhatikan bahwa, yang dimaksud "seluruh makluk" di sini adalah "seluruh ciptaan Allah", kecuali "manusia". Mengapa dikatakan begitu? Sebab di dalam ayat 23, Paulus baru mengatakan "kita juga", yang artinya kita manusia. Jelas dalam penantian itu harus melalui "proses" yang cukup panjang, dan "proses" tersebut tidak semuanya berjalan mulus dan lancar. Ada liku-likunya, di sana-sini ada berbagai kesulitannya dan penderitaan. Nah ini semua bukan merupakan keadaan yang dirindukan dan diharapkan oleh manusia; karena manusia sesuai dengan naturnya yang berdosa lebih menyukai yang senang-senang, instan dan kekayaan dari pada kesusahan, lambat-laun serta kesusahan.

Lalu timbul pertanyaan, bagaimana supaya supaya kita meraih pengharapan itu? Apakah sudah menemui jalan buntu atau mandek?

1. Pengharapan bagi orang percaya itu pasti adanya
Ayat 21 menekankan kepada kita bahwa, baik penderitaan yang kita alami (8:17-18) maupun kesia-siaan yang dialami oleh ciptaan Allah (8:20) bersifat sementara, dan akan diganti dengan kemerdekaan yang mulia. Ayat 22 merupakan ilustrasi Paulus yang mengatakan bahwa penderitaan itu sifatnya seperti orang yang sakit bersalin. Bagi para ibu yang sudah pernah melahirkan tentu lebih mengerti apa yang dimaksud dengan rasa sakit bersalin. Disitulah letak perjuangan antara hidup dan mati; tetapi ketika bayi tersebut sudah lahir ke dunia ini, rasa sakit itu langsung berakhir diganti dengan sukacita. Percayalah pada suatu saat segala ciptaan akan dibebaskan dan segala ciptaan yang mengeluh akan menjadi ciptaan yang mulia! Orang percaya tidak boleh selalu berpusat pada penderitaan- penderitaan yang dialaminya pada saat ini; ia menantikan kemuliaan yang akan dinyatakan kelak.

Tahun 1999 ketika saya cuti ke Medan, saya melihat keadaan di sana cukup aman; paling sedikit dibandingkan dengan keadaan kota Jakarta waktu itu. Namun yang menyedihkan adalah keadaan perekonomian masyarakat Medan agak terganggu. Hampir 80% orang yang saya temui sedang mengeluh, mengapa? Sebab uang mereka di "ciak" (baca makan) oleh perusahaan yang bersifat Multi Level Marketing. Kalau di Surabaya yang dikenal hanya Banyumas Mulia Abadi yang menggandakan uang, namun di sana ada banyak perusahaan yang berbuat demikian. Selain Banyumas yang disebut BMA, ada juga yang disebut Higam-Net (Hidup Giat Awet Muda), ada lagi New Era, mereka semua telah melarikan uang masyarakat, bukan lagi milyar-milyar- an tetapi sudah triliun-triliun- an.

Ada seorang ayah yang saya kenal, kerjanya penjahit, ia menjual mobil Panthernya, mesin jahitnya serta rumahnya; untuk dimasukkan ke dalam perusaan Multi Level ini. Memang janjinya cukup menggiurkan; dan pada saat permulaan dia mendapat bayaran yang besar. Namun akhirnya seluruh uangnya di "ciak", sekarang bapak itu seperti orang gila yang luntang-lantung dijalanan. Belum lagi sewaktu kami hendak kembali dari Medan, dipelabuhan Belawan; kapal yang kami tumpangi sempat tertunda 5 jam, bukan karena rusak. Tetapi ada seorang ibu yang karena stress sebab uangnya juga di "ciak", ia nekad terjun ke laut. Para awak kapal sudah berusaha mati-matian mencarinya, namun tidak ditemukan.

Apa yang dapat kita pelajari dari kenyataan ini? Sesungguhnya manusia mulai merasa gelisah dan tidak tahan akan segala kesusahan, penderitaan yang dia alami. Ketika ada kesempatan yang gampang untuk mencari keuntungan, siapa sih yang mau menolak kesempatan ini. Namun Tuhan ingin menguji kita, seberapa kuat kita boleh bertahan? Yang sangat menghibur kita lagi adalah, ingat bahwa penderitaan itu sifatnya sementara, karena kita menyembah pada Allah yang penuh pengharapan dan pasti.

2. Pengharapan bagi orang percaya membuahkan hasil yang baik
Sebagai orang percaya kita yakin bahwa semua kejadian yang terjadi dalam hidup kita ini berada di bawah pengawasan Allah. Tidak ada satu kejadianpun yang terluput, termasuk kejadian-kejadian yang bagi pandangan kita buruk, merugikan, tidak kita sukai dan yang menyakitkan. . Sebagai orang percaya kita harus yakin bahwa Allah akan mengerjakan hasil yang baik buat kita.

Banyak orang cenderung mengaitkan "prestasi" yang dicapai dengan "kesuksesan" dan "ketiadaan prestasi" dengan "kegagalan". Jikalau hari ini anda diberi sekarung emas, maka anda akan dikatakan orang sukses; jika tidak maka anda akan disebut gagal. Jika anda memperoleh selembar ijazah, maka anda akan dikatakan sebagai orang yang sukses, jika tidak maka anda gagal. Jika anda telah sanggup memikat hati wanita yang anda cintai, anda "orang yang sukses". Jika tidak, anda "orang yang gagal". Orang-orang dunia tidak mau tahu dari mana dan bagaimana caranya anda memiliki emas, memiliki ijazah, dan memiliki wanita, yang penting itulah yang kelihatan nyata di dalam hidup kita yang dianggap berhasil.

Anda yang suka menonton film Hongkong tentu mengenal Jackie Chan (Chen Lung). Karena tak dapat memberi makan ketika bayi, orang tuanya ingin menjual Jackie seharga US$26 kepada dokter kandungan Inggris yang mengantarnya. Pada umur 7 tahun, Jackie bekerja di Academy Of Chinese Opera, yang terkenal akan kedisiplinannya di mana lebih dari 10 tahun, dari pagi sampai tengah malam, tujuh hari seminggu, Jackie harus menahan diri untuk tidak melihat acara musik, tari-tarian, dan pelatihan seni perang tradisionil. Pelatihan yang ia ikuti biasanya brutal dan kasar, di mana siswanya digigit dan dibuat jerah jika tampil kurang bagus.

Nantinya ia tampil di film Hongkong sebagai stunman dan merangkak menjadi koordinator stunman lantas ia menjadi sutradara. Ketika Bruce Lee mati, Jackie dan bintang lain terpanggil mengisi kevakuman. Sayangnya ia gagal. "Sulit, sangat sulit sekali," ujar Jackie, "dari pada menjadi Bruce Lee palsu, lebih baik jadi diri sendiri"

Jackie lahir dengan nama kecilnya Steve, yang nantinya diubah Jackie Chan dan akhirnya Raymond Chow dari Golden Harvest mengubahnya menadi Jackie. Pamornya naik pada tahun 1978 dalam film Snake In Eagle's Shadow. Sekarang Jackie menjadi bintang film besar Hongkong dan berpenghasilan besar di Amerika hampir US$50 juta setahun! Orang yang masa kecilnya seperti tidak berpengharakan lagi, telah berubah menjadi sukses luar biasa. Kondisi itu dialami oleh Mr Jackie yang saya tidak tahu menahu tentang kepercayaannya. Terlebih-lebih bagi orang-orang yang percaya, saya sangat yakin bahwa Tuhan itu menjaga kita seratus persen.

Sekali lagi, orang percaya diselamatkan dari pengharapan, walaupun semua itu tidak pernah kita lihat dari mata kepala kita sendiri. Artinya hanya boleh dijalani dengan iman kepada Tuhan. Sebuah pepatah yang indah berbunyi "Lebih baik mencoba dan, dari pada gagal mencoba." Sesuai dengan Roma 8:26 Roh yang akan membantu menyelesaikan segala kesulitan yang kita alami. Oleh sebab itu , sesuai dengan firman Tuhan: "Marilah kepadaKu orang yang letih dan lesu aku akan memberikan kelegaan kepadamu", maka jangan sungkan serahkan pengharapan itu sepenuhnya kepada-Nya.

3. Pengharapan bagi orang percaya merupakan kemuliaan
Apabila kita memperhatikan Roma 8:29-30, di sini menggambarkan seuntai rantai yang terdiri dari lima mata rantai. Mata rantai yang pertama bunyinya "Sebab semua orang yang dipilih-Nya" (terjemahan yang lebih baik untuk dipilih adalah dikenal, di sini Paulus memakai kata proginosko artinya secara harafiah "mengenal sebelumnya") . Di dalam Amos 3:2 "Kata kenal di dalam ayat ini juga berarti memilih", maka tidaklah heran apabila Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) menerjemahkannya dengan "dipilih-Nya dari semula"). Paulus tidak mengatakan oleh karena Allah mengenal kita dari semula maka Ia menentukan kita menjadi anak-anak-Nya, tetapi sebelum kita melakukan apa-apa, Ia sudah terlebih dahulu memilih kita; ini membuktikan kasih-karunia- Nya.

Mata rantai yang kedua berbunyi "Ditentukan dari semula" untuk menjadi gambar Allah yang sejati. Ketika kita disebut sebagai gambar Allah, maka seharusnya apa yang dialami oleh Tuhan kita Yesus, adalah pengalaman kita juga. Namun ada orang percaya yang menghindari penderitaan, maunya yang senang-senang saja; sehingga ia tidak serupa dengan Tuhan Yesus.

Mata rantai selanjutnya bunyinya, "mereka dipanggil-Nya" , kemudian "dibenarkan- Nya" dan akhirnya mereka "dimuliakan" . Tentunya ketiga mata rantai ini ada prosesnya yang tersendiri. Orang-orang yang dipanggil itu tentu merupakan suatu panggilan yang efektif dari Allah melalui iman pada Kristus. Setelah itu dibenarkan, bukan diampuni atau diselamatkan atau diberi hidup baru, sesuai dengan Roma 1:17 "Orang yang dibenarkan karena iman akan hidup". Dan akhirnya barulah masuk di dalam "kemuliaan".

Nah kelima mata rantai ini semua memakai tesses “Aorist" dengan modus indikatif, artinya suatu peristiwa yang sudah terjadi. Namun permisi tanya, apakah kita sudah dimuliakan? Mungkin sudah, tetapi ayat ini merupakan suatu kemuliaan yang akan dinyatakan pada akhir zaman.

Terus terang saja, kita sebagai manusia itu tidak sabar, maunya yang sederhana, mulus, enak, gampang dan jalan tol. Kita ingin dimuliakan tetapi tanpa penderitaan atau kesulitan; bahkan bila perlu tanpa pengorbanan sedikitpun.

Konon ceritanya di sebuah Dermaga, waktu itu ada sebuah kapal penumpang bersandar di sana. Banyak penumpang yang turun dan dijemput sanak-saudara. Di tepi dermaga ada seorang bocah yang berusia kurang lebih 5 tahun sedang mengejar balonnya yang diterpa angin pantai. Ia lari sana-sini akhirnya terjatuh ke dalam laut. Ketika melihat anak itu terjatuh banyak orang berteriak-teriak minta pertolongan. Namun tidak ada satupun diantara mereka yang berani mengambil resiko untuk menolong anak itu; karena laut itu terkenal dengan ikan buasnya.

Namun tiba-tiba ada seorang kakek yang berusia 60 tahun sudah berada di dalam laut. Dia berenang sekuat tenaga untuk menyelamatkan anak ini ke atas dermaga. Banyak orang datang memberi selamat dan samabil memuji-muji kakek ini. Datang juga wartawan bertanya kepadanya, "Apa kesan-kesan bapak waktu menolong anak anak ini?"

"Dengan tenang dan mantap kakek ini berkata, "Tunggu, tunggu sebentar; saya mau nanya. Wartawan yang ada menjadi heran, kenapa kakek itu yang balik bertanya? Lalu kakek itu berkata “Tadi siapa yang mendorong saya ke laut??" Ternyata kakek itupun tidka bermaksud menolong; tetapi karean didorong orang maka terpaksa ia menolong.
Jangan kita tertawa dahulu, bukankah cerita ini sering kali kita praktekkan? Kita ingin kemuliaan, pujian dan kehormatan; tetapi kita tidak mau melakukan pekerjaan dan kesulitan. Sebagai pengurus yang terpilih, semangat pelayanan anda mengebu-gebu pada saat beberapa bulan saja, karena baru dilantik menjadi pengurus. Anda merasa bangga dan senang karena nama anda selalu muncul di warta gereja. Tetapi hal itu berjalan sebentar saja, tatkala anda kecewa, sakit hati, marah; semangat itu menjadi buyar. Coba ingat kemabli. kita tidak bertanggung jawab pada ketua majelis atau pada pendeta, tetapi kita langsung bertanggung jawab pada Tuhan. Jangan coba-coba menghalangi pekerjaan Tuhan. Raihlah pengharapan maka nama Tuhan dimuliakan.

humor tentang memasuki daerah baru

Beberapa puluh tahun yang lalu tiga orang misionaris dari Eropah telah memasuki pedalaman pulau Kalimantan. Mereka ditangkap oleh salah satu suku terasing yang menolak mentah-mentah Injil Tuhan Yesus Kristus yang mereka beritakan. Bertiga mereka digiring untuk menemui rajanya. Seketika itu juga sesuai undang-undang yang berlaku di sana mereka diadili dan dijatuhi hukuman mati.

Tetapi oleh karena sepanjang hari itu Sang Raja merasa mujur dan terus-menerus mengalami hal-hal yang menyenangkan hatinya, ia ingin bermurah hati dengan memberikan kesempatan kepada ketiga misionaris tersebut untuk menerima amnesti. Tetapi ... amnesti yang bersyarat.


Pengampunan itu hanya akan dikaruniakan, jika mereka bertiga bisa memenangkan sebuah pertandingan aneh yang ditentukan oleh Sang Raja khusus untuk mereka. Raja itu menyuruh mereka pergi memasuki hutan belantara di pedalaman kerajaannya untuk menemukan sejenis pohon dan memetik buahnya yang paling ranum untuk dibawa kembali menghadap kepadanya. Setiap orang diperintahkan untuk membawa sepuluh buah yang sejenis


“Untuk apa buah-buah tersebut?” tanya misionaris yang ketiga ingin tahu.


“Nanti akan kujelaskan jika waktunya telah tiba. Bawalah mereka kepadaku terlebih dahulu. Dan ingatlah, jangan ada seorangpun di antara kalian yang mencoba untuk melarikan diri, karena hutan itu selalu berada di bawah pengawasanku!” sabda Sang Raja sebelum mengizinkan mereka untuk mengundurkan diri dari hadapannya. Bersama-sama mereka bergegas pergi memasuki hutan untuk secepatnya melaksanakan tugas yang diperintahkan olehnya.


Tidak memakan waktu terlampau lama muncullah kembali dua orang dari ketiga misionaris tersebut. Yang seorang membawa sepuluh mangga, sedangkan yang lain membawa sepuluh jambu air. Tetapi anehnya, misionaris yang ketiga tidak kunjung tiba, meskipun sudah ditunggu sekian lamanya. Entah ia sedang berada di mana?


Karena tidak ingin membuang waktu lagi, Sang Raja memerintahkan mereka untuk segera memulai pertandingan tersebut. Sebuah pertandingan yang ternyata mudah dan sederhana sekali. Mereka diharuskan untuk berdiri tegak dan tidak diperkenankan bergerak, selama … dilempari dengan kesepuluh buah hasil petikan tangan-tangan mereka sendiri. Apabila mereka bisa menahan rasa sakit tanpa mengeluarkan suara apa-apa, mereka akan dinyatakan menang dan dibebaskan dari hukuman mati! Itulah syarat yang harus mereka lakukan!


Misionaris yang pertama mulai dilempari dengan mangga-mangga ranum yang sudah dibawa olehnya sendiri. Lemparan demi lemparan menggebuki bagian-bagian tubuhnya. Sebenarnya oleh karena hantaman buah-buah yang besar dan keras tersebut, ia sudah ingin berteriak. Namun ia bertekad untuk menahan rasa sakitnya, mengingat hukuman fatal yang harus dilalui, jika ia gagal memenangkan pertandingan itu.


Tetapi pada saat ia menerima lemparan yang terakhir, buah mangga yang besar dan paling ranum tersebut menghantam keningnya lalu pecah, sehingga getah tercampur air sarinya mengalir turun masuk dan menggenangi kedua bola matanya, menimbulkan rasa nyeri yang tak tertahankan lagi. Secara refleks … ia berteriak nyaring kesakitan! Konsekuesinya, … misionaris yang pertama dinyatakan gagal! Pada saat itu juga ia dihukum mati!


Tibalah giliran misionaris yang kedua, yang sudah membawa kembali sepuluh jambu air. Sang Raja memerintahkan, agar ia segera dilempari dengan buah-buah tersebut.


“Oh, ini mah sip banget! Jambu-jambu air yang kecil dan enteng macam beginian engga bakalan nyakitin aku. Untung aku milih jenis buah yang ini.” Pikirnya sambil menenangkan diri mengingat nasib rekannya. Ternyata lemparan-lemparan keras jambu-jambu air yang menimpa tubuhnya benar-benar tidak menimbulkan rasa sakit sama sekali. Bahkan ia memandang orang yang melempari dirinya dengan wajah tersenyum-simpul penuh kepastian, bahwa ia akan memenangkan pertandingan itu!


Tetapi pada saat jambu yang terakhir dilemparkan, ... tiba-tiba terdengarlah ledakan suaranya, tertawa terpingkal-pingkal tanpa bisa dikendalikan lagi! Konsekuesinya, … misionaris itu pun dinyatakan gagal, oleh karena ia telah melanggar peraturan yang ditetapkan oleh Sang Raja! Seperti yang sudah terjadi pada misionaris yang sebelumnya, ia juga langsung dijatuhi hukuman mati.


Tentu saja, sesuai perkiraan semua orang, … kedua misionaris tersebut akhirnya masuk sorga.


Ketika mereka bertemu muka di sana, bertanyalah misionaris yang pertama: “Eh, ‘ngapain lu ‘ngikutin gue? Jambu-jambu air khan engga bakalan nyakitin tubuh ‘lu.”


Misionaris yang kedua menjawab: “Engga sih, ... gue kalah bukan gara-gara ‘njerit kesakitan, tapi gara-gara ketawa terpingkel-pingkel, karena ‘ga bisa tahan!”


Penuh keheranan misionaris yang pertama bertanya lagi: “Emangnya elu tergelitik oleh timpukan jambu-jambu air ‘lu sendiri?”


Mengenang kembali peristiwa yang baru terjadi itu, tanpa bisa menahan rasa gelinya lagi, misionaris yang kedua tertawa terbahak-bahak sambil menjawab: “Engga, bukan sebab itu, tapi karena gue jadi geli banget ‘ngeliatin teman kita tuh, yang tahu-tahu muncul dari dalam ‘utan, jalan sempoyongan sambil ‘ngangkatin sepuluh buah duren, … gede-gede banget! Mana dia ... bangga lagi!”